Dunia sedang memasuki babak baru peradaban yang menandai pergeseran besar dari logika industri menuju tatanan sosial berbasis kecerdasan buatan. Era ini dikenal sebagai Society 5.0, sebuah gagasan yang lahir di Jepang dan kini menjalar ke berbagai penjuru dunia, menandai upaya manusia untuk merekonsiliasi teknologi dengan kemanusiaan. Jika pada masa Revolusi Industri 4.0 mesin menjadi pusat produktivitas, maka Society 5.0 berupaya mengembalikan manusia sebagai inti dari inovasi, etika, dan keberlanjutan.
Di tengah perubahan yang begitu cepat, manajemen sumber daya manusia dituntut tidak hanya beradaptasi, tetapi juga menjadi arsitek utama dalam merancang ekosistem kerja yang berkeadilan dan berorientasi pada nilai-nilai kemanusiaan. Manajemen SDM kini tidak lagi sekadar berfungsi administratif, melainkan bertransformasi menjadi instrumen strategis yang menjembatani visi organisasi dengan realitas sosial dan teknologi yang terus berubah.
Sugiono dalam Jurnal Manajemen Inovasi tahun 2022 menegaskan bahwa SDM di era Society 5.0 harus dipahami sebagai modal manusia yang adaptif, berkarakter, dan memiliki daya cipta tinggi. Transformasi digital bukan sekadar persoalan adopsi teknologi, melainkan pergeseran paradigma dari efisiensi menuju kebermaknaan. Manusia tidak lagi diposisikan sebagai alat produksi, tetapi sebagai pengarah yang menentukan arah pemanfaatan teknologi bagi kepentingan bersama.
Digitalisasi telah menyentuh seluruh dimensi pengelolaan SDM. Proses rekrutmen beralih ke sistem berbasis data, di mana kecerdasan buatan membantu organisasi menilai kompetensi calon pegawai secara objektif. Pelatihan dan pengembangan karyawan kini dilakukan melalui ekosistem pembelajaran virtual yang kolaboratif dan tanpa batas ruang serta waktu. Evaluasi kinerja berkembang menjadi mekanisme dinamis yang berlandaskan pada umpan balik waktu nyata dan analisis berbasis data, menciptakan sistem yang lebih transparan dan akuntabel.
Nuraini dalam Jurnal Teknologi dan SDM tahun 2023 mengingatkan bahwa keberhasilan transformasi digital bergantung pada kesiapan budaya organisasi. Teknologi hanyalah alat; keberhasilan sejatinya ditentukan oleh manusia yang menggunakannya. Integrasi digital yang efektif hanya akan terwujud apabila organisasi membangun budaya kepercayaan, kolaborasi, dan pembelajaran berkelanjutan. Inilah paradoks Society 5.0: semakin canggih teknologi yang digunakan, semakin besar kebutuhan akan sentuhan kemanusiaan yang tulus.
Tantangan besar muncul dari kesenjangan kompetensi antar generasi serta persoalan etika data dan privasi digital. Karyawan muda yang hidup di tengah teknologi memiliki pola pikir dan ritme kerja yang berbeda dengan generasi sebelumnya, sehingga organisasi perlu mengembangkan pendekatan manajerial yang inklusif. Ramdani dalam Jurnal Administrasi Bisnis tahun 2021 menawarkan konsep manajemen SDM lincah yang menempatkan pembelajaran dan adaptabilitas sebagai inti strategi. Pendekatan ini memungkinkan organisasi untuk tetap relevan di tengah perubahan teknologi yang tidak menentu.
Dalam konteks Indonesia, konsep Society 5.0 mendapatkan relevansi yang mendalam. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada tahun 2022 menekankan pentingnya penguatan SDM digital sebagai bagian dari strategi nasional pembangunan ekonomi berbasis inovasi. Namun, penguatan tersebut tidak boleh berhenti pada peningkatan kemampuan teknis. Manusia harus dibentuk menjadi individu yang cerdas secara digital dan bijak secara moral. Di tengah derasnya arus informasi dan automasi, kemampuan menafsirkan makna di balik data menjadi keterampilan yang sangat berharga.
Fukuyama dalam Japan Spotlight tahun 2018 menyatakan bahwa inti dari Society 5.0 bukan terletak pada teknologi itu sendiri, melainkan pada harmoni antara manusia dan mesin. Dalam harmoni tersebut, manajemen SDM memiliki peran penting untuk menyeimbangkan rasionalitas teknologi dengan kepekaan nurani manusia. Organisasi masa depan akan dinilai bukan hanya dari kemampuannya meningkatkan produktivitas, tetapi dari keberhasilannya menjaga martabat manusia dalam setiap inovasi yang dihasilkan.
Revolusi digital yang sedang berlangsung bukan semata transformasi teknologis, melainkan revolusi humanistik. Manajemen SDM menjadi jembatan yang menghubungkan kecerdasan buatan dengan kebijaksanaan manusia. Teknologi dapat mempercepat proses, tetapi hanya manusia yang mampu memberi makna. Masa depan bukan milik mereka yang paling canggih, melainkan milik mereka yang paling manusiawi di tengah kecanggihan itu sendiri.
Referensi
Fukuyama, M. (2018). Society 5.0: A Human-Centered Society. Japan SPOTLIGHT, 27(3), 47–50.
Sugiono, H. (2022). Human Capital in the Age of Society 5.0. Jurnal Manajemen Inovasi, 18(3), 45–60.
Nuraini, R. (2023). Digital HRM Integration in Society 5.0. Jurnal Teknologi & SDM, 11(2), 88–104.
Ramdani, A. (2021). Transformasi Digital dalam Manajemen SDM di Era Society 5.0. Jurnal Administrasi Bisnis, 9(4), 211–228.
Maruta, R. (2020). The Essence of Society 5.0 and Its Human Resource Implications. International Journal of Business Innovation, 15(1), 22–39.
Wibisono, A. (2022). HR Transformation Toward Society 5.0. Human Capital Review, 10(1), 12–26.